EFESIENSI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PTKIS
DALAM MEMBANGUN
GOOD
UNIVERSITY GOVERNANCE
A.
Latar Belakang
Masalah
Perspektif
sejarah lembaga-lembaga pendidikan Islam khususnya madrasah dan pesantren itu tumbuh
dari bawah, dari gagasan tokoh-tokoh agama setempat. Pada permulaannya dari
pengajian yang lantas mendirikan mushalla atau masjid, madrasah diniyah,
kemudian mendirikan lembaga pendidikan pesantren atau madrasah diniyyah.
Sebagian besar berkembang dari kondisi kecil dan kondisinya serba terbatas. Kemudian
ada yang tumbuh dan berkembang dengan pesat atau mengalami continuous
quality improvement, ada juga yang jalan di tempat (stagnant) dan
ada pula yang mati. Lembaga pendidikan yang bertahan akan terus berkembang
hingga mampu mendirikan lembaga-lembaga pendidikan umum dan perguruan tinggi.
Sejak dekade 90-an, kesadaran umat untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan
Islam mulai bangkit di mana-mana dan beberapa diantaranya telah mampu menjadi
sekolah unggul atau sekolah yang efektif (effective school).[1]
Perkembangan
dunia pendidikan sudah seyogyanya diselenggarakan dengan orientasi pada internasional.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu
sampai ke negeri Cina. Makna yang terkandung dalam hadis Nabi Saw tersebut
adalah memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu di tempat yang jauh, sehingga dikemudian
hari kembali dapat memberikan peringatan, pencerahan dan pemberdayaan bagi
kaumnya.[2] Sebagaimana firman Allah Swt
dalam Al-Qur’an surat Taubah ayat 122, yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya : Tidak
sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Kandungan
ayat al-Qur’an diatas memberikat pelajaran bahwa perguran tinggi memiliki
peranan penting dalam pembangunan bangsa, ia merupakan sebuah sarana untuk
melahirkan kaum terdidik dan intlektual guna menata kehidupan bangsa menuju
arah yang lebih baik. Semakin banyak kalangan terdidik yang dihasilkan oleh
perguruan tinggi, maka akan ada harapan peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat di negara ini berkembang lebih cepat.[3] Internasionalisasi pendidikan
merupakan keniscayaan apabila sebuah bangsa ingin memiliki peradaban yang
unggul. Pendidikan Islam pada masa Rasulullah sampai abad ke 13 memiliki
semangat orientasi internasional yang kuat. Salah satu contohnya adalah
getolnya ilmuwan muslim untuk mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani
dan Romawi untuk diterjemahkan, dikritisi dan dikembangkan sehingga melahirkan
pemikiran, ilmu dan teknologi baru. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, seni, dan
peradaban itu kata Rasululah merupakan “hikmah yang hilang, di manapun dan
kepada siapapun, ambillah”.
Baru-baru
ini, semangat internasionalisasi pendidikan mulai berkembang di Indonesia
misalnya dengan dibukanya Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI). Juga
semakin banyaknya lembaga pendidikan yang melakukan akreditasi dan standarisasi
tidak hanya oleh Badan Akreditasi Nasional (BAN), tetapi juga badan regional
dan internasional semacam Asean University Network (AUN) ataupun Association
of Southeast Asia Institute of Higher Learning (ASAIHL), International
Standard Organization (ISO). Semakin berkembang sekolah atau perguruan
tinggi yang menjalin kerjasama dalam berbagai bentuk seperti pertukaran guru
dan pelajar, pengadaan pilot project bersama, twining programs, sisters
schools dan lain sebagainya.
Globalisasi
lebih bersifat pemaksaan kehendak, aspirasi, dan kepentingan negara maju
terhadap negara sedang berkembang untuk melakukan integrasi dalam pasar bebas
bersama. Melalui Multi National Corporation (MNC) dan Trans National
Corporation (TNC) yaitu Bank Dunia (World Bank), International
Monetary Foundation (IMF) dan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade
Organization/WTO). Globalisasi membonceng neo capitalism, neo liberalism
dan neo colonialism. Menurut Stiglitz, globaliasi merupakan
interdependensi yang a-simetris (tidak sejajar) antar negara, lembaga, dan
aktornya. Negara-negara sedang berkembang yang serba terbatas kemampuan dan
ketercukupannya di bidang sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi,
ekonomi, sistem organisasi, sistem politik, sistem informasi dan komunikasi dan
lain sebagainya harus bersaing dengan bebas (tanpa proteksi) dengan kekuatan
negara maju yang dimotori oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Australia.
Persaingan dan pertandingan ini dapat diibaratkan petinju kelas terbang mini
harus bertanding dengan kelas berat. Karena itu, interdependesi yang seperti
itu jelas lebih menguntungkan negara–negara maju. Padahal, globalisasi awalnya
dikampanyekan untuk membuka peluang bagi negaranegara berkembang guna
meningkatkan kesejahteraannya melalui perdagangan global, tidak terbukti sama
sekali, karena yang terjadi justru sebaliknya yaitu tatanan dunia yang penuh
dengan ketidak-adilan, dan
bahkan penindasan dan penjajahan baru (neo colonialism).[4]
bahkan penindasan dan penjajahan baru (neo colonialism).[4]
Perkembangan
isu di era globalisasi selanjutnya seputar good university
governance atau tata kelola universitas yang baik,
yang menjadi pokok pemikirannya adalah ukuran–ukuran yang harus dilakukan dalam
tata kelola pemerintah yang baik ada empat instrumen utama, yaitu transparansi,
awareness, accountability, dan responsibility. Empat instrumen
tersebut dapat diterapkan pada perguruan tinggi dan satuan kerja utama yang ada
di Kemenristekdikti, sehingga bisa berjalan dengan baik.[5]
Namun setidaknya
ada 8 hal yang menjadi acuan Good University Governance yaitu :
1.
Participation: Partisipasi dapat langsung maupun melalui institusi
perwakilan yang legitimate.
Partisipasi harus informatif dan terorganisir. Ini mensyaratkan adanya
kebebasan berasosiasi dan berekspresi di satu sisi dan sebuah civil society yang kuat dan
terorganisir.
2.
Rule of law: legal
atau hukum dan peraturan yang ditegakkan secara komprehensif. Ia juga
memerlukan perlindungan penuh terhadap HAM, terutama bagi kaum minoritas.
Proses enforcement hukum yang imparsial membutuhkan lembaga peradilan
yang independen dan kepolisian yang juga imparsial dan tidak korup.
3.
Transparency: pengambilan
dan pengimplementasian keputusan dilakukan dalam tata cara yang mengukuti hukum
dan peraturan. Ia juga berarti bahwa informasi tersedia secara bebas dan dapat
diakses langsung oleh mereka yang akan dipengaruhi oleh keputusan tersebut.
Informasi yang tersedia haruslah dalam bentuk dan media yang mudah dimengerti.
4.
Responsiveness: institusi
dan proses didalamnya yang mencoba untuk melayani semua stakeholders dalam kerangka waktu tertentu yang sesuai.
5.
Consensus oriented: memerlukan mediasi dari
kepentingan-kepentingan yang berbeda di masyarakat dalam rangka mencapai sebuah
konsensus umum dalam masyarakat yang merupakan kepentingan atau keputusan yang
terbaik yang dapat dicapai untuk seluruh masyarakat. Ini memerlukan perspektif
luas dan jangka panjang mengenai apa yang diperlukan untuk pengembangan manusia
secara berkesinambungan. Ini hanya dapat dicapai melalui pemahaman yang baik
atas konteks historis, kultural dan sosial di komunitas atau masyarakat
tersebut.
6.
Equity and inclusiveness: Keberadaan sebuah masyarakat
bergantung pada proses memastikan bahwa seluruh anggotanya merasa bahwa mereka
memiliki kepentingan didalamnya dan tidak merasa dikucilkan dari mainstream masyarakat tersebut. Ini
memerlukan semua kelompok, terutama yang paling lemah, memiliki kesempatan
untuk meningkatkan atau mempertahankan keberadaan mereka.
7.
Effectiveness and efficiency: seluruh proses dan institusi
tepat sasaran atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat disamping efisien dalam
pemanfaatan sumber daya untuk melakukannya. Konsep efisiensi dalam konteks good governance juga mencakup penggunaan
sumber daya alam dengan memperhatikan kesinambungan dan perlindungan
lingkungan.
8.
Accountability: salah
satu kebutuhan utama dalam good
governance. Tidak hanya untuk institusi pemerintahan, melainkan juga sektor
swasta dan organisasi-organisasi civil society harus bisa diakun oleh publik
dan stakeholders-nya. Secara umum,
sebuah organisasi atau institusi bertanggung jawab pada pihak-pihak yang
dipengaruhi oleh tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan mereka. Akuntabilitas
tidak mungkin ditegakkan tanpa adanya transparansi dan supremasi hukum.[6]
Pendidikan
merupakan sistem dan cara untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam
segala aspek kehidupan.[7] Sehingga merupakan kebutuhan yang sangat
penting dalam rangka mengembangkan potensi agar dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Perguruan
Tinggi Indonesia saat ini akan menghadapi berbagai tantangan besar yang perlu
di respons dengan bijaksana. Globalisasi ilmu pengetahuan dan revolusi
teknologi informasi adalah dua kekuatan besar yang amat mempengaruhi dunia
penguruan tinggi Indonesia. Kalau lembaga pendidikan tinggi nasional tidak
mampu merespons tantangan globalisasi ini dengan memadai, diperkirakan lembaga
tersebut akan tidak mampu mempertahankan eksistensinya di masyarakat dan secara
pelan tetapi pasti akan kehilanganan peranannya. Mudah-mudahan ramalan yang
pesimistis ini tidak perlu terjadi asal kita mampu mengembangkan strategi-
strategi survival yang tepat.[8]
Melalui
perguruan tinggilah akan dihasilkan sumber daya manusia yang handal dan
berkualitas. Tugas perguruan tinggi adalah melahirkan manusia berkualitas. Dari
sanalah akan lahir para pemikir, penggagas dan pelaksana dalam berbagai bidang
kehidupan masyarakat. Oleh karena itulah percepatan pembangunan di negara manapun
sangat eratkaitannya dengan peranan dan perkembangan perguruan tinggi di negara
tersebut.[9] Dalam era globalisasi saat ini telah membuka mata kita
untuk melihat ke masa depan yang penuh dengan tantangan dan persaingan. Era
kesejagatan yang tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada selalu
ingin meningkatkan kualitas dirinya agar tiak tertinggal dari yang lain.[10]
Mempersiapkan
suatu masyarakat yang mampu bersaing merupakan salah satu tugas perguruan
tinggi yang berkembang saat ini. Masing-masing Perguruan Tinggi dengan segala
keterbatasannya dituntut untuk menawarkan berbagai kiat dan ketrampilan yang
diperkirakan akan bermanfaat bagi masyarakat dalam memasuki era globalisasi,
sehingga mereka nantinya tidak menjadi masyarakat yang tertinggal dibanding
dengan masyarakat yang memiliki daya saing yang tinggi. Dalam mencapai maksud
tersebut, berbagai program ditawarkan, yang orientasi ahlinya adalah
pengembangan sumber daya manusia (SDM), yang merupakan kunci utama dalam
menghadapi daya saing yang tinggi tersebut. Meskipun demikian tidak semua
Perguruan Tinggi mampu menawarkan program yang seimbang bagi pengembangan SDM
yang meliputi berbagai aspek, terutama aspek moral.[11]
Istilah
manajemen secara Etimologi berasal dari bahasa Inggris yaitu management,
artinnya ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan pengelolaan sedangkan dalam bahasa Arab istilah manajemen
diartikan sebagai an-nizam atau at-tanzhim, yang merupakan suatu
tempat untuk menyimpan segala sesuatu dan penetapan segala sesuatu pada
tempatnya. Menurut terminologi terdapat banyak definisi yang di
kemukakan oleh para ahli diantaranya adalah : “Theprocess of planning,
organizing, learding, and controlling the work of organization members and of
using all aviaalbel organizational resources to reach stated organizational
goals”.
Makna dari statement
diatas adalah maksudnya sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan
terhadap para anggota organisasi serta penggunaan seluruh sumber-sumber yang
ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Manajemen sebagaimana dicatat Encyclopedia Americana berbunyi " the art
of coordinating the ele-ments of factors of production towards the achievement
of the purposes of an organization". Pencapaian sasaran organisasi
terjadi melalui peng-gunaan manusia (men), bahan produksi (materials),
dan mesin (machines).[12]
Banyaknya peraturan-peraturan pemerintah, maka lembaga-lembaga pendidikan yang
ada dituntut untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang dimaksud.
Secara umum kuantitas tenaga pengajar PTKI belum mencapai rasio yang ideal
antara perbandingan jumlah dosen dengan mahasiswa. Dari segi kualitas-bila
kualitas-ditujukan kepada derajat pendidikan dosen, memang masih terdapat
kesenjangan antara tenaga dosen yang berpendidikan S1, S2, S3. sebab yang
mendominasi pendidikan S1.[13]
Isu strategis pendidikan tinggi yang tertulis dalam
HELTS (Higher Education Long Term Strategy) adalah pada
pencapaian kualitas dengan didukung 4 pilar yaitu: akuntabilitas, otonomi, evaluasi,
dan akreditasi. Penjabaran isu ini pada level perguruan tinggi adalah bagaimana
mendorong perguruan tinggi untuk mampu merancang kegiatan yang berorientasi
pada pencapaian kinerja yang ditentukan. Peran pimpinan perguruan tinggi dalam
mengelola dan mengatur institusi dan juga peran nyata dari pimpinan ini akan
sangat menentukan keberhasilan institusi pendidikan. Kemampuan kepemimpinan
dalam penentuan kebijakan pada bidang apa yang akan secara signifikan
mendongkrak kinerja akan dapat menjadi arah bagi struktur yang lebih rendah.
Sistem pengelolaan institusi pendidikan yang mampu mengelola indikator kinerja
akan dapat menyatukan semua aktivitas organisasi menjadi gerakan bersama
mencapai visi organisasi.[14]
Kepemimpinan akademik pada pendidikan tinggi
merupakan sesuatu yang sangat dinamis. Ada dua model kepemimpinan yang
diterapkan pada pendidikan tinggi yaitu kepemimpinan transaksional dan
kepemimpinan transformasional.[15]
Teori kepempimpinan transaksional menyatakan bahwa kepemimpinan ini merupakan
proses negosiasi berdasar pada keseimbangan kekuasaan (power) yang
dimiliki pemimpin dan pengikut. Sebagai konsekuensi, keberhasilan kepemimpinan
tergantung pada hukuman atau penghargaan yang memungkinkan individu melakukan
perubahan. Hal ini juga dapat terkait dengan kepemimpinan yang diarahkan secara
kolektif dimana kekuasaan untuk mengendalikan para pengukit untuk bersama-sama
mencapai tujuan.[16]
Kepemimpinan transformasional memberikan penekanan pada kemampuan untuk
memberikan inspirasi dan kemampuan untuk memotivasi komunitas agar dapat
merespon perubahan secara efektif.[17]
Kepemimpinan ini pada institusi pendidikan tinggi akan mampu membawa
pengikutnya mencapai kinerja yang lebih baik.[18]
Dalam pengelolaan internasionalisasi program akademik, kepemimpinan dalam
integrasi akademik dan sosial pada mahasiswa akan berpengaruh pada kinerja
mahasiswa.[19]
Kepemimpinan efektif mengarahkan dan mempengaruhi
perilaku semua unsur dalam program studi dan program lainnya, mengikuti nilai,
norma, etika, dan budaya organisasi yang disepakati bersama, serta mampu
membuat keputusan yang tepat dan cepat. Kepemimpinan mampu memprediksi masa
depan, merumuskan dan mengartikulasi visi yang realistik, kredibel, serta
mengkomunikasikan visi ke depan, yang menekankan pada keharmonisan hubungan
manusia dan mampu menstimulasi secara intelektual dan arif bagi anggota untuk
mewujudkan visi organisasi, serta mampu memberikan arahan, tujuan, peran, dan
tugas kepada seluruh unsur dalam perguruan tinggi. Kepemimpinan operasional,
organisasi, dan publik merupakan kepemimpinan yang sifatnya integratif dan
komprehensif yang tidak dapat secara mudah dipisahkan secara mutual exclusive.
Bagaimana kemampuan seorang pemimpin untuk mengatur keseimbangan ketiga jenis
kepemimpinan tersebut
akan menentukan keberhasilan mencapai visi dan misi organisasi secara baik.
Tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk dapat terbentuk kepemimpinan yang
baik, yaitu kompetensi, pengalaman, dan atribut personal.[20]
Permasalahan lain
yang terjadi pada PTKI adalah kurikulum PTKI yang masih belum marketable
dalam dunia kerja. Sehingga mata kuliah yang betul-betul terarah kepada
pembentukan indikator-indikator individu yang diciptakan. Tumpang tindihnya
dalam pembahasan bidang ilmu-ilmu agama sering muncul, dan disajikan dalam
bentuk yang utuh. Selain itu, perlu diprogram jenis ketrampilan yang mungkin
dapat diwujudkan. Dalam era globalisasi di mana arus informasi sangat deras dan
cepat, tidak dapat disangkal lagi bahwa peperangan ideologi akan merambah
setiap negara. Secara psikologis setiap individu dan setiap masyarakat akan
mencari identitasnya dalam komunitas dunia.
Muhammad Quth
mengatakan: “Agaknya untuk dimengerti bahwa realitas kontemporer komunitas
muslim dewasa ini yang terburuk sepanjang sejarahnya, tidak perlu memeras otak
dan mengerahkan tenaga besar. Demikian halnya pula jika ingin mengerti kondisi
buruk kaum muslimin yang bahkan keadaannya lebih memprihatinkan dari pada
Jahiliyah yang mengepungnya. Jahiliyah kontemporer dalam banyak hal kelihatan
berada di puncak dengan segala kegagahannya, sementara kehidupan
komunitas muslim berada pada posisi pinggir, berputar dalam rotasi Jahiliyah
modern.” Lebih lanjut Muhammad Qutb menyatakan bahwa kemunduran yang dialami
umat Islam ialah karena ia telah meninggalkan agamanya. Meskipun diantara umat
Islam masih mendengungkan dengan setia kalimat tauhidnya namun, keislamannya
telah rusak sehingga kalimat tauhid yang diucapkannya hanya vertibalitas belaka
sehinghga kemudian ibadah yang dilakukan hanya rutinitas dan tradisi.[21]
Perkembangan dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, menggiring
masyarakat ke dalam kehidupan materialis dan cenderung sekular dengan
memisahkan sektor kehidupan dunia dari agama.
Untuk itu semua
intuisi, fasilitas dan sarana yang adal di dalam masyarakat Islam harus
digunakan, terlebih lagi perguruan tinggi agama Islam sebagai wahana tertinggi
dalam kajian dan pendidikan Islam. Di sinilah tantangan terbesar bagi PTKI,
yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu melahirkan konsep-konsep Islam
yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang hidup dalam era globalisasi ini.[22]
Pendidikan merupakan kunci utama dalam hal ini, tentu saja internalisasi Islam
tersebut tidak akan dapat diwujudkan bila ia hanya mengandalkan pendidikan
formal, setiap sektor pendidikan formal, non-formal dan informal, harus
difungsikan secara integral.
Diantara jalan
ini untuk merealisasikan perwujudan hamba Allah yang berkesinambungan tersebut,
perlu dirumuskan kebijakan pendidikan umat yang mampu membentuk, mengembangkan
dan melaksanakan penghayatan sumber-sumber agama, alam dan sejarah serta
pengamalan kemampuan dan ketrampilannya untuk mencapai kesejahteraan dan
peningkatan peradilan Islam.[23]
Perguruan tinggi Islam memiliki prospek yang cerah dalam proses ini, sebab
salah satu modal yang dimiliki umat Islam dibidang pendidikan ialah kesadaran
dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai materi program pendidikan dan
sebagai sumber nilai.[24]
Lebih jauh
dalam upaya menciptakan masyarakat yang menjiwai norma-norma agama diharapkan
setiap Perguruan Tinggi Agama Islam dapat menanamkan dan mengembangkan
prinsip-prinsip moral Islam, sesuai misi Rasulullah SAW, yaitu “Innama bu’istu
liutammima Makarimal Akhlaq” sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak. Tuntutan masa depan bagi Perguruan Tinggi Agama Islam adalah
menghasilkan alumni yang memiliki moral yang tinggi serta kedalaman ilmu
pengetahuan. Dalam pada itu secara intuisi, Perguruan Tinggi Agama Islam
diharap dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara internal di
lingkungan kampus dan dapat menyebarluarkannya di masyarakat.[25]
Ciri khas yang
menandai Perguruan Tinggi Agama Islam terlihat secara jelas pada beban studi
yang ditawarkan kepada mahasiswa dan produk yang dihasilkannya. Sebagai wahana
pengembangan sumber daya manusia (SDM), Perguruan Tinggi Agama Islam secara
konsisten berupaya menghasilkan produk yang memiliki berbagai kompetensi.
Diantaranya kompetensi akademik yang berkaitan dengan metodologi keilmuan,
kompetensi profesional yang menyangkut dengan kemampuan penerapan ilmu dan teknologi
dalam realitas kehidupan, dan kompetensi intelektual yang berkaitan dengan
kepekaan terhadap persoalan yang berkembang.
Sasaran ini
tentu saja sangat sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan sekaligus
memenuhi panggilan al-Qur'an yang memotivasi penajaman intelektual. Dengan
demikian, idealnya, SDM yang dihasilkan lembaga pendidikan tinggi Islam
memiliki kualitas yang handal dan mampu bersaing di tengah masyarakat. Selain
sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas SDM yang merupakan
kunci kemampuan daya saing yang tinggi, Perguruan Tinggi Agama Islam juga
dibangun sebagai wahana untuk alih teknologi dan pengembangannya serta sebagai
lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat. SDM yang
dihasilkan Perguruan Tinggi Agama Islam diharapkan memiliki keunggulan dalam
pengembangan keilmuan serta keluhuran moral.
Sebagai wahana
alih teknologi dan pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam
memfokuskan diri pada pengembangannya, lembaga pendidikan tinggi agama Islam
memfokuskan diri pada pengembnagan kajian dan penelitian terhadap tiga ayat
Tuhan secara simultan, yaitu:
1.
al-ulum an-Naqliyah
2.
al-ulum al-Kauniyah
3.
al-ulum al-insaniyah
Dengan kondisi
yang demikian, lembaga tinggi agama Islam mampu mempersiapkan dan mengembangkan
sumber daya manusia yang dibutuhkan dalam menghadapi era globalisasi. Selain
aspek intelektual, Perguruan Tinggi Agama Islam sangat mementingkan aspek
moral, sehingga lembaga ini peka terhadap problematika yang dihadapi umat serta
turut serta membanmtu mencarikan jalan keluarganya. Dalam hal ini, lembaga
pendidikan tinggi Islam melalui tugas pokoknya, melakukan pendidikan dan
pengajaran, penelitian serta pengabdian pada masyarakat dapat melaksanakan
berbagai jenis partisipasi yang bersifat moral, baik dalam bentuk pemikiran dan
gagasan, tenaga, kemahiran dan ketrampilan.
Partisipasi
optiomal yang diberikan lembaga pendidikan tinggi Islam diharapkan dapat
memberi arah yang jelas terhadap perkembangannya dan perubahan yang terjadi,
serta dapat mewujudkan kemslahatan maysrakat dalam mempersiapkan diri memasuki
era globalisasi.[26]
Secara umum
eksistensi PTKI dalam diskursus pendidikan tinggi di era global yang terjadi
saat ini dan masa-masa yang akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai
berikut:
1.
Terjadi pergeseran; dari konflik ideologi dan politik ke arah persaingan
perdagangan, investasi, dan informasi, dari keseimbangan kekuatan (balance
power) ke arah keseimbangan kepentingan (balance of interest)
2.
Hubungan antar negara /bangsa secara struktural berubah dari sifat
ketergantungan (dependency) ke arah saling tergantung (interdependency);
hubungan yang bersifat primordial berubah menjadi sifat tergantung kepada
posisi tawar menawar (bargaining position)
3.
Batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasionalnya. Kekuatan suatu
negara dan komunitas dalam interaksinya dengan negara (komunitas lain)
ditentukan oleh kemampuannya memanfaatkan keunggulan komoeratif (comperative
advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage)
4.
Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh perang penguasaan teknologi
tinggi. Setiap negara terpaksa menyediakan dana yang besar bagi penelitian dan
pengembangan.
5.
Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak
menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak efisien.[27]
Dampak yang
diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia sungguh tidak dapat dipuingkiri.
Namun, aspek kemanfaatan itu tidak harus melalaikan kita dari dampak negatif
yang ditimbulkannya, dampak negatif tersebut meliputi:
1.
Pemiskinan nilai spiritual, tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi
materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan yang tidak rasional.
2.
Sebagian manusia seakan-akan mengalami kejatuhan dari makhluk spiritual
menjadi makhluk material, yang menyebabkan nafsu hayawaniyah menjadi pemandu
kehidupan.
3.
Peran agama digeser menjadi urusan aherat sedangkan urusan dunia menjadi
wewenang sains (sekulastik)
4.
Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak hadir
dalam perilaku dan tindakan.
5.
Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan
nepotisme, birokratisme dan otoriterisme.
6.
Individualistik. Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya sebagai unit
terkecil pengambil keputusan. Seseorang bertanggung jawab kepada dirinya
sendiri, tidak lagi bertanggung jawab pada keluarga. Ikatan moral dalam
keluarga semakin lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga yang teramat
tradisional.[28]
7.
Terjadinya frustasi eksitensial dengan ciri-cirinya: Pertama, hasrat
yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang mencari kenikmatan, yang
biasanya tercermin dalam perilaku yang berlebihan untuk mengumpulkan uang,
untuk bekerja, dan kenikmatan seksual. Kedua, kehampaan eksistensial
berupa perasaan serba hampa, tak berarti hidupnya, dan lain-lain. Ketiga,
neuroris neogenik; perasaan hidup tanpa arti, bosan, apatis, tak mempunyai
tujuan dan sebagainya.[29]
8.
Akibat globalisasi informasi, manusia akan menghadpai tantangan globalisasi
nilai, apa yang diterima melalui informasi oleh sebagian orang dikukuhkan
menjadi nilai yang dianggap baik, terutama oleh generasi atau kelompok yang
belum memegang nilai agama dan nilai sosial dan budaya dengan kuat. Sehingga,
sebagian orang terutama generasi muda boleh jadi akan kehilangan kreatifitas,
karena kenikmatan kemajuan. Sehingga apabila muncul tantangan, mereka akan
mengalami keterlanjutan.[30]
Pembahasan
penelitian disertasi ini mengkaji lebih mendalam seputar Peguruan tinggi agama
Islam mempunyai peran penting. Yakni melahirkan intelektual muslim yang mampu
melahirkan konsep-konsep Islami yang aplikatif dalam masyarakat Islam yang
hidup dalam era globalisasi. Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi
dunia memang tak dapat dipungkiri. Namun, banyak juga dampak negatif yang
ditimbulkanya. Perguruan tinggi agama Islam mempunyai beberapa keunggulan
. Yaitu, selain sebagai wahana yang berorientasi kepada peningkatan kualitas
SDM, tapi juga dibangun sbagai wahana untuk alih teknologi dan pengembanganya
serta sebagai lembaga mitra dalam perencanaan dan pemecahan problematika umat.
Dalam perkembanganya, Perguruan Tinggi Islam memiliki beberapa hambatan yang
harus dihadapi ketika bersaing dengan Perguruan Tinggi umum lainya.
Globalisasi adalah suatu
kondisi di mana dunia mengalami penyebaran informasi, teknologi dan
penggunaannya dengan persaingan dalam berbagai kegiatan untuk semua orang dan
bangsa. Oleh karena itu merupakan kewajiban bagi setiap manusia Indonesia untuk
membangun kualitas. Pendidikan manajemen mutu itu sendiri dalam menghadapi
tantangan global tidak mudah, namun akan terbalik, jika dilakukan bersama oleh
berbagai pihak, terutama pimpinan yang berkomitmen, memiliki visi untuk masa
depan yang kredibel (kredibel karena kejujuran dan komitmen terhadap diri
mereka sendiri dan institusi), memiliki upaya besar untuk mewujudkan visi dan
misinya, akseptabilitas dan akuntabilitas (diterima bawahan dan bertanggung
jawab atas kepemimpinannya), secara konseptual terampil (menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi), sosial (mampu bergaul dan memiliki jaringan atau
jaringan yang luas), dan teknis (untuk lebih berwibawa dan tidak menipu
bawahannya).
B.
Identifikasi, Pembatasan dan Perusmusan Masalah
1.
Identifikasi Masalah
a.
Good University Governance adalah
sebuah brain storming baru bagi lembaga pendidikan tinggi yang bertujuan
pada peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi.
b.
Manajemen pengelolaan perguruan tinggi dalam konsep Good University
Governance harus memenuhi standar minimum penyelenggaraan pendidikan tinggi
yang ditetapkan pemerintah dan memiliki orientasi peningkatan mutu bertaraf
(berwawasan) internasional.
c.
Manajemen pendidikan pada
perguruan tinggi dalam konsep Good University Governance adalah
terpenuhinya mutu kurikulum sebagai dasar pengembangan kepribadian, moral dan
kompetensi mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuan.
d.
Manajemen sumber daya manusia dalam konsep Good University Governance
adalah terpenuhinya standar minimum kompetensi tenaga pendidik sebagai agen
transformasi keilmuan dan pengembangan mahasiswa, terealisasinya seluruh
capaian kompetensi dalam performance skill setiap lulusan dan mampu
menjadikan mahasiswa profesional dalam bidang keilmuannya.
e.
Manajemen keuangan dalam
konsep Good University Governance adalah terswadayanya semua kebutuhan
penyelenggaraan pendidikan dan teraktualisasi pada pemenuhan pembiayaan
pengembangan pendidikan tinggi.
f.
Manajemen sarana dan prasarana
dalam konsep Good University Governance adalah terpenuhinya sarana dan
prasarana sesuia dengan kebutuhan pembelajaran baik yang bersifat akademik
maupun non akademik.
g.
Manajemen kerjasama dalam konsep Good University Governance adalah
terjalinnya kegiatan kerjasama antara perguruan tinggi dengan instansi
pemerintah dan swasta yang mampu mendukung peningkatan mutu lembaga, program studi,
lulusan, alumni dan yang lebih luas lagi adalah pengembangan karya (produk)
yang dapat dihasilkan dari sebuah program studi.
h.
Manajemen Mutu dalam konsep Good University Governance adalah
adanya sistem penjaminan mutu Internal dan eksternal perguruan tinggi yang
terintegrasi.
i.
Pentingnya integrasi kebijakan
antar elemen manajemen atau seluruh manajemen.
2.
Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas,
penelitian ini dibatasi hanya pada manajemen sumber daya manusia dalam konsep Good
University Governance yang dilakukan pada Perguruan Tinggi Kegamaan Islam
(PTKI) Kopertais I DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi
persyaratan kelulusan Program Doktor Pengkajian Islam Universitas Islam Jakarta
Tahun 2018-2019.
3.
Perumusan Masalah
Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana konsep manajemen sumber daya manusia dalam perspektif Good University
Governance?
b.
Sejauh mana
tingkat efisiensi manajemen sumber daya
manusia di PTKIS dalam rangka mewujudkan Good University Governance?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a.
Bagaimana konsep manajemen sumber daya manusia dalam perspektif Good University
Governance?
b.
Sejauh mana
tingkat efisiensi manajemen sumber daya
manusia di PTKIS dalam rangka mewujudkan Good University Governance?
D.
Signifikansi dan Manfaat Penelitian
Hasil
dari penelitian ini diharapkan mampu memberi kontribusi positif dalam
peningkatan mutu manajemen sumber daya manusia di bidang pendidikan tinggi
sehingga kualitas sumber daya manusia pendidikan tinggi Indonesia di masa yang
akan datang memiliki kualitas yang unggul dan mampu menjadi stakeholder
pembangunan Indonesia yang lebih baik.
E.
Penelitian
Terdahulu Yang Relevan
Kajian
seputar manajemen sumberdaya manusia Peguruan Tinggi Keagamaan Islam banyak
terdapat dalam Jurnal-jurnal Nasional maupun Internasional serta literatur yang
secara spesifik membahas seputar konsep manajemen sumberdaya manusia. Guna
memberikan sajian penelitian yang komprehensif, penulis sajikan beberapa
penelitian yang telah dilakukan berkenaan dengan topik terkait berikut bahasan
dan posisi penelitianya:
1.
Buku Good University Governance (Tata
Kelola Universitas Yang Baik),
Pada buku ini membahas seputar konsep good university governance yang awalnya memang muncul dalam tataran
korporasi yaitu good corporate governance, namun saat ini diterapkan
pada institusi perguruan tinggi. Pada dasarnya, pendidikan tinggi yang pada
praktiknya dijalankan oleh institusi perguruan tinggi dimaksudkan untuk dapat
menjadi komunitas kaum intelektual suatu bangsa. Komunitas intelektual ini
kemudian diharapkan untuk menjadi komunitas yang mampu menelurkan
inovasi-inovasi dan pemikiran-pemikiran dalam menghadapi permasalahan yang
dihadapi oleh bangsa itu. Komunitas pendidikan tinggi juga dijadikan sebuah
garda moral dan penjaga nilai-nilai luhur yang dianut oleh suatu bangsa,
termasuk budaya, adat istiadat dan sebagainya. Dengan peranan dan harapan yang
besar inilah kemudian anggota komunitas pendidikan tinggi kemudian mendapat
posisi yang terhormat di tengah masyarakat. Gelar sebagai seorang sarjana
merupakan gelar yang dipandang terhormat di tengah masyarakat. Inilah arti
pendidikan tinggi di tengah masyarakat tradisional. Contohnya dapat kita lihat
pada tatanan kehidupan bangsa Cina dan Mesir pada zaman dahulu, dimana gelar
keserjanaan merupakan gelar yang mendapat posisi tinggi di tengah masyarakat.
Di kedua bangsa itu, kita juga melihat perguruan tinggi menjadi basis
pengembangan kebudayaan dan teknologi, contohnya budaya sastra di Cina. Secara
tradisional, peranan institusi perguruan tinggi berfokus pada transfer atau
konservasi ilmu pengetahuan (knowledge)
dan diharapkan untuk menjadi komunitas yang memegang teguh nilai-nilai (values) yang dianggap ideal atau
dijunjung tinggi suatu bangsa. Ia diharapkan menjadi sebuah komunitas yang
mampu melindungi dirinya dari kooptasi nilai-nilai lingkungan diluarnya yang
mungkin korup atau mengandung keburukan. Inilah yang mendasari perlunya status
independensi atau otonomi perguruan tinggi. Selain itu, sebuah kebebasan atau
independensi juga diperlukan untuk mendukung terwujudnya inovasi atau
perkembangan pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kebebasan itu juga kemudian
menyentuh individu-individu yang tercakup dalam komunitas tersebut, karena pada
hakikatnya, inovasi dan pemikiran itu bukan dihasilkan oleh institusi,
melainkan individu-individu didalamnya. Secara sederhana, good university governance dapat kita pandang sebagai penerapan
prinsip-prinsip dasar konsep “good
governance” dalam sistem dan proses governance
pada institusi perguruan tinggi, melalui berbagai penyesuaian yang dilakukan
berdasarkan nilai-nilai yang harus dijunjung tinggi dalam penyelenggaraan
perguruan tinggi secara khusus dan pendidikan secara umum. Basis pada tujuan
pengembangan pendidikan dan keilmuan akademik, pengembangan manusia seutuhnya.
Yang lain ditempatkan sebagai alat atau means,
bukan tujuan dasar.[31]
2.
Hubungan antara Kapabilitas Kepemimpinan,
Kompetensi Dosen, Komitmen Dosen, dan Akuntabilitas Lembaga dengan Kinerja
Lembaga dalam Pelaksanaan Penjaminan Mutu pada Universitas Negeri di Jawa
Timur. Kepemimpinan yang kuat memiliki visi ke
depan, memiliki komitmen yang tinggi untuk selalu membangun kualitas di
lembaganya. Kualitas merupakan kunci ke arah program yang berhasil. Kurang
perhatian terhadap kualitas akan mengakibatkan kegagalan dalam jangka panjang.
Globalisasi merupakan era dimana transparansi dan persaingan dalam berbagai
aktivitas yang tidak pandang bulu harus dihadapi oleh orang-orang yang memiliki
komitmen, bersih, sehat, disiplin, hormat menghormati, patriotisme dan masa depan
yang jelas, semangat, motivasi, etos kerja, pengetahuan, teknologi, seni dan
etika profesi dan mempertahankan budaya utama yaituacountability dan responsibility.
3.
Paper riset berjudul Pengaruh Penerapan
Prinsip-Prinsip Good University Governance Terhadap Citra Serta
Implikasinya Pada Keunggulan Bersaing Perguruan Tinggi Negeri Pasca Perubahan
Status Menjadi Bhmn (Survei Pada Tiga Perguruan Tinggi Negeri Berstatus Bhmn Di
Jawa Barat), dalam paper ini membahas Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
fenomena persaingan yang semakin tinggi antara perguruan tinggi negeri dan perguruan
tinggi swasta pasca perubahan status menjadi BHMN yang kemudian berubah menjadi
BLU. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan
prinsip-prinsip good university governance terhadap citra serta
implikasinya pada peningkatan keunggulan bersaing perguruan tinggi. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif dengan metode explanatory
survey. Ukuran sampel dalam penelitian ini sebanyak 400 responden yang
diambil dengan menggunakan teknik sampling systematic random sampling. Teknik
pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaam, observasi, dan angket.
Sedangkan teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah Structural
Equation Model (SEM) dengan program Lisrel. Hasil penelitian dan temuan penelitian
menunjukkan bahwa (1) Penerapan Good University Governance pada
Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus BHMN di Jawa Barat masih rendah, (2)
Gambaran mengenai citra perguruan tinggi negeri berstatus BHMN di Jawa Barat
yang terdiri dari reputation, personality, ethics/value dan corporate identity
dinilai masih kurang baik, (3) Gambaran mengenai keunggulan bersaing Perguruan
Tinggi negeri berstatus BHMN di Jawa Barat yang terdiri dari dimensi superior
asset, superior capabilities dan superior control dinilai
lebih rendah dibandingkan dengan Perguruan Tinggi lainnya, (4) Penelitian ini
menunjukan bahwa penerapan Good University Governance yang diterapkan
oleh masing-masing perguruan tinggi yang terdiri dari dimensi participation,
rule of law, transparency, responsiveness, consensus
oriented, equity & inclusiveness, effectiveness & efficiency
serta accountability, berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra
yang meliputi dimensi reputation, personality, ethics/value
dan corporate identity, (5) Penelitian ini menunjukan bahwa penerapan
Good university Governance yang diterapkan oleh masing-masing perguruan tinggi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap keunggulan bersaing, (6) Penelitian
ini menunjukan bahwa Citra berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keunggulan bersaing.[32]
4.
Paper penelitian Good
University Governance Untuk Meningkatkan Excellent Service Dan Kepercayaan
Mahasiswa (Studi Kasus Fakultas Ekonomi Universitas Semarang), pada riset ini
membahas seputar analisa dampak dari implementasi good university governace (GUG)
dalam upaya peningkatan excellent service dan kepercayaan mahasiswa (Trust)
di Fakultas Ekonomi Universitas Semarang. 225 responden digunakan untuk
memberikan tanggapan pelaksanaan GUG, excellent service dan memberikan
penilaian tingkat kepercayaannya terhadap Fakultas. Alat analisis yang
digunakan adalah metode student satisfaction index (SSI) dan structural
equation modeling (SEM). Dengan menggunakan metode SSI ditemukan atribut
layanan yang menjadi sasaran perbaikan kualitas layanan di FE USM yaitu
efektifitas pembelajaran tentang kemudahan untuk bertemu dosen diluar kelas
selama jam kerja dan pelayanan fasilitas (layanan sarana dan prasarana):
kondisi sarana ibadah dan toilet di FE USM. Sedangkan hasil Analisis SEM
menunjukkan bahwa GUG berpengaruh positif signifikan terhadap Excellent
Service dan Excellent Service berpengaruh positif signifikan
terhadap Trust. GUG secara langsung tidak berpengaruh terhadap Trust.
Hal ini berarti bahwa pelaksanaan tata kelola universitas yang baik (GUG) tidak
dapat langsung memberikan kepercayaan (Trust) terhadap mahasiswa tanpa
adanya bukti nyata yang dapat dirasakan yaitu pelayanan yang prima (Excellent
Service).[33]
5.
Paradigma Pendidikan Tinggi Islam dan Relevansinya
Dengan Pasar Kerja di Era Global. Perguruan Tinggi Islam pada fakultas FKIP,
belum terserap pasar kerja secara efektif dan efisien di lembaga pendidikan
unggulan. Hal itu disebabkan karena kurangnya layanan career center/unit
pelayanan kerja, konultan psikolog, kerjasama pemasaran alumni di pasar
kerja, memperbanyak tawaran lowongan
dari pasar kerja dan adanya bursa pasar kerja yang dapat memberikan informasi
pengenalan dan peluang pasar kerja.[34]
6.
Jean Francois Lyotard, menyebutkan bahwa
liberalisasi atas pendidikan tinggi di era global, karena penekanan pada
investasi swasta menjadikan pendidikan tinggi berorientasi pada pasar kerja
hanya sebagai alat untuk meningkatkan tenaga kerja pada dunia industry.[35] Dengan diberlakukannya Asean
Economic Community, maka menjadi tantangan bagi Indonesia untuk
mempersiapkan diri dalam kegiatan ekonomi, bisnis hingga pendidikan. Salah
satunya melakukan penguatan daya saing pada pendidikan tinggi, dengan cara
peningkatan mutunya. Sebagai instrumen untuk peningkatan mutu Perguruan Tinggi
adalah melakukan evaluasi mutu internal Perguruan Tinggi menggunakan instrumen
Evaluasi Mutu Internal Perguruan Tinggi (EMI-PT). Dengan instrumen ini
Perguruan Tinggi dapat melakukan evaluasi diri mutu internalnya guna penjaminan
mutunya, sehingga tercapailah peningkatan mutu yang terus menerus (continuous
improvement). Instrumen EMI-PT terdiri dari 11 standar pendidikan yang
mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi, BAN-PT, AUN dan praktik
terbaik pengelolaan Perguruan tinggi. Maka dipandang penting untuk mengadakan
evaluasi Mutu Internal menunjukkan bahwa di dalam pelaksanaan perguruan tinggi
masih terdapat beberapa kekurangan yaitu pada standar proses, standar sarana
dan prasarasarana, standar penilaian, standar penelitian, standar pengabdian
pada masyarakat dan standar kerja sama. Berdasarkan hasil tersebut maka
strategi peningkatan mutu untuk penguatan daya saing yang dapat dilakukan
adalah: membentuk unit pengkajian dan pengembangan sistem dan mutu
pembelajaran, meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
termasuk pembuatan e-library, memperbaiki dan meningkatkan sistem
evaluasi hasil belajar dengan ranah kompetensi lulusan yang ditetapkan,
memotivasi dosen melakukan penelitian dan pengabdian pada masyarakat dengan
meningkatkan kemampuan menelitinya, meningkatkan berbagai kerjasama untuk
memajukan kualitas pendidikan tinggi, output dan outcome-nya.
7.
Philip G. Altbach & Toru Umakoshi, Asian Universities: Historical
Perspectives and Contemporary Challenges. Menurutnya bahwa kemunculan
universitas modern di Asia, yang menghubungkan perkembangan historis
universitas di kawasan ini dengan realitas kontemporer dan tantangan masa
depan. Para kontributor menggambarkan sistem pendidikan tinggi di sebelas
negara - Korea, China, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Filipina, Singapura,
Indonesia, Thailand, India, dan Jepang - dan mengeksplorasi persamaan dan
perbedaan melalui dua esai komparatif.[36]
8.
James Arthur & Karen E. Bohlin, mengatakan
bahwa perguruang tinggi (University) dapat dan
seharusnya membantu mahasiswa membuat keputusan tentang kehidupan pribadi
mereka, tentang kebebasan dan tanggung jawab dan tentang jenis kode etik yang
mungkin membimbing mereka. Mereka menyadari bahwa universitas memiliki
kewajiban yang lebih luas kepada masyarakat, yang melampaui sekadar retorika
pernyataan misi. Budaya kewarganegaraan pendidikan tinggi dibutuhkan. Seperti
yang dikatakan Profesor Arthur, 'sebuah "budaya kewarganegaraan"
terdiri dari nilai-nilai demokratis dan pribadi yang mendasar yang mengharuskan
mahasiswa secara aktif terlibat dalam pengalaman pendidikan yang berada di luar
wilayah pengukuran'. Mengingat tingkat investasi publik di pendidikan tinggi di
Inggris dan Amerika Serikat, orang akan mengharapkan universitas untuk menunjukkan
komitmen yang jelas terhadap budaya kewarganegaraan. Buku ini mengkaji budaya
kewarganegaraan dari sejumlah perspektif di Amerika Serikat dan Inggris.
Tampaknya tanggung jawab utama universitas adalah untuk mendidik
murid-muridnya, untuk memperluas pengetahuan mereka, untuk mengajar mereka
untuk mengejar kebenaran dan untuk mengembangkan kehidupan intelektual dan
kejuruan mereka. Universitas juga dapat membantu mahasiswa membuat keputusan
tentang kehidupan pribadi mereka, tentang kebebasan dan tanggung jawab dan
tentang jenis kode etik yang mungkin membimbing mereka. Dengan demikian,
universitas secara aktif mengembangkan kemampuan kritis mahasiswa untuk
memikirkan masalah melalui hal itu muncul dalam kehidupan mereka.[37]
F.
Metode Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan
dengan menggunakan metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong
bahwa penelitian kualitatif menghasilkan deskripsi/uraian berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari perilaku para informan yang dapat diamati dalam suatu
situasi sosial.[38]
Dalam konteks ini peneliti ingin mengetahui bagaimanakah manajemen
kepemimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam secara filosofis dalam sistem
pendidikan tinggi di Indonesia dan bagaimana peran serta pihak-pihak yang
berkepentingan dapat turut serta dalam pengembangan PTKI di Indonesia.[39]
Menurut Danim[40] ada beberapa pertimbangan
peneliti sehingga menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini,
yaitu mengacu pada pendapat yang
dikemukakan oleh Moleong
berikut ini. Pertama, menyesuaikan penelitian kualitatif lebih mudah
apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, ini menyajikan secara
langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga,
metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman
pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[41]
Berdasarkan data dari Kopertais
1 bahwa terdapat 65 PTKIS yang telah melaksanakan program peningkatan manajemen
pendidikan Islam yang berkualitas tinggi dalam sistem pendidikan tinggi
nasional. Oleh karena itu, data yang dikumpukan dibedakan kepada dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang terkait
langsung dengan permasalahan penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data
yang sifatnya menunjang dan memperjelas data primer. Sumber data primer
yaitu : sumber data
pokok yang diperoleh melalui wawancara. Sumber
data sekunder,
yaitu dari buku-buku atau surat kabar yang dianggap dapat memberikan informasi
yang diperlukan, yang ada kaitanya dengan judul yang diteliti.[42] Penelitian ini untuk memahami
secara mendalam tentang manajemen kepemimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam dalam
sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Kemudian mencoba menganalisis kebijakan
Pendidikan Tinggi di Indonesia dalam merumuskan kebijakan terkait manajemen
kepemimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research)
yaitu mengumpulkan, mengklarifikasikan bahan pustaka (literature)
sebagai sumber data, yang ada pada akhirnya dinalisis berdasarkan sumber data
tersebut. Selain itu pula dapat ditempuh dengan jalan penelitian lapangan (field
research), melalui pengumpulan
data dilakukan dengan observasi partisipatoris, wawancara secara mendalam,
analisis dokumen, analisis situs dan metode lain yang menghasilkan data yang
bersifat deskriptif guna mengungkapkan sebab dan proses terjadinya peristiwa
yang dialami oleh subjek penelitian.[43] Sehingga penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka atau dokumentasi
dengan menggunakan metode kualitatif.[44] Penelitian
ini berusaha memahami secara personal dorongan dan keyakinan yang mendasari
tindakan manusia
seputar kajian manajemen pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
Data yang diperoleh dan terkumpul
dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif yakni dengan cara
menggambarkan atau memaparkan teori yang ada dengan data yang diperoleh dari
perpustakaan maupun informasi dari literatur yang menjelaskan seputar filosofis Manajemen Pendidikan
Tinggi Islam.[45]
Kemudian melakukan interpretasi berarti menyusun dan merakit unsur-unsur yang
ada dengan cara yang baru, merumuskan hubungan baru antara unsur-unsur lama.[46] Sedangkan
normatif yakni dengan menggunakan peraturan yang disesuaikan dengan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan
manajemen pendidikan tinggi Islam.
Dalam
pengumpulan data peneliti melakukan serangkaian aktifitas observasi terhadap
data di lapangan melalui wawancara atau observasi.[47] Wawancara dilakukan dengan
menggunakan panduan berstruktur. Dalam penelitian kualitatif, John Lofland dan
Lyn Lofland menjelaskan bahwa sumber data utamanya adalah kata-kata dan
tindakan.[48]
1.
Untuk mendukung data lapangan yang valid, peneliti
juga melakukan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, observasi,
peninjauan lapangan di
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang menjadi sampel dalam penelitian
ini.
2.
Data primer diperoleh dari informan yang
berhubungan langsung dengan keberadaan PTKIS yang berada di wilayah Kopertais 1
DKI Jakarta yang mendukung terlaksananya program pendidikan. Adapun data
sekunder diperoleh dari informan atau praktisi pendidikan tinggi yang memahami tentang
manajemen sumber daya manusia perguruan tinggi.
Untuk mengumpulkan data maka
peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang terdiri dari:
1.
Metode In Depth Interview
Wawancara (interview)
dilakukan secara mendalam. Maksud dari interview ini adalah dengan mengumpulkan
data melalui wawancara atau tanya jawab secara langsung dengan stakeholder yang
berkaitan dan dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu Kopertasi 1 DKI Jakarta,
Diktis Kementerian Agama RI, dan Kementerian Ristekdkti RI dengan
kebijak-kebijakan seputar manajemen pendidikan tinggi Islam serta stakeholders
lainnya yang expert dibidangnya. Sutrisno Hadi dalam hal ini
mengemukakan bahwa interview adalah
metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara
sistematik dan berlandaskan kepada tujuan penyelidikan.[49] Dengan demikian sumber-sumber
data yang diperlukan dalam penulisan penelitian ini terjaga keasliannya (valid). Untuk mendapatkan data digunakan
pedoman wawancara.
Wawancara adalah suatu cara
untuk mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog untuk
diskusi dengan informan yaitu beberapa informan yang dianggap mengetahui banyak
informasi tentang Manajemen Pendidikan Tinggi Islam. Sebagaimana dijelaskan
Lofland, bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata
dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan. Dalam hal ini percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu dan merupakan proses
untuk kepentingan penelitian dengan cara dialog antara peneliti sebagai pewawancara
dengan informan atau yang memberi informasi untuk mendapatkan data yang akurat
dan konkrit.[50]
Wawancara ini merupakan suatu
teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber
data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian
kualitatif sifatnya mendalam karena ingin menggali informasi secara langsung
dan jelas dari informan. Berdasarkan cara pelaksaannya wawancara dibagi dua
jenis yaitu :
a.
Wawancara berstrukur adalah wawancara secara
terencana yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
b.
Wawancara tidak bersturktur adalah wawancara yang
tidak berpedoman pada daftar pertanyaannya.
Pedoman wawancara dimaksudkan
adalah alat atau instrumen yang digunakan sebagai sarana penunjang dan membantu
dalam wawancara secara langsung ke lapangan penulisan dengan menggunakan
sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.
Metode ini digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang valid dan
objektif. Dalam prakteknya, metode dengan menggunakan pedoman wawancara
tersebut diberikan dengan tanya jawab secara langsung dan mendalam kepada para
responden atau informan dalam rangka untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan penelitian.
2.
Observasi
Observasi
adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat
standar lain untuk keperluan tersebut. [51] Observasi atau yang sering
disebut dengan pengamatan meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh panca indra. Yaitu kemampuan seseorang untuk
menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indra mata serta dibantu
dengan panca indra lainnya.[52] Observasi dilakukan secara non
partisipan, dimana peneliti berperan hanya sebagai pengamat fenomena yang
diteliti yang berkaitan dengan mendukung pada kebutuhan data dalam penelitian
tentang Manajemen Pendidikan Tinggi Islam. Pengamatan secara langsung untuk
mendapatkan gambaran yang utuh terkait fokus penelitian. Hasil pengamatan
disusun dalam catatan lapangan. Isi catatan lapangan berupa peristiwa rutin,
temporal, interaksi dan interprestasinya yang berkaitan proses regulasi
kebijakan hukum dan kegiatan operasional yang mengacu pada ketentuan-ketentuan
hukum yang berlaku.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi yaitu dengan menggunakan data yang
telah terdokumentasikan oleh Kopertasi 1 DKI Jakarta dan Diktis Kementerian
Agama RI seputar manajemen Pendidikan Tinggi Islam. Pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengkaji dokumen-dokumen baik berupa buku refrensi maupun
peraturan atau pasal yang berhubungan dengan penelitian ini guna melengkapi
data-data yang berhubungan dengan penelitian ini, serta cara pengumpulan data
dan telaah pustaka, dimana dokumen-dokumen yang dianggap menunjang dan relevan
dengan permasalahan yang akan diteliti baik berupa buku-buku, literatur,
laporan tahunan mengenai dokumen program Kopertais 1 DKI Jakarta dan Diktis
Kementerian Agama RI. Dalam mengumpulkan data tersebut merupakan upaya untuk
mencari dan menata data secara sistematis dalam memberikan peningkatan
pemahaman bagi peneliti mengenai masalah yang menjadi kajian bagi peneliti yang
yang nantinya akan disajikan kepada orang lain. Pengumpulan data pada
penelitian ini diawali dengan wawancara dan dokumen.
Adapun
teknik analisis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analisis
dengan pendekatan analisis filosofis. Dengan kata lain penyusun
tidaklah semata-mata bertujuan untuk pencanderaan (penggambaran) secara sistem
masih faktual dan akurat seputar manajemen pendidikan tinggi Islam. Teknik
analisis data tersebut dianalisa kembali berdasarkan data yang valid dan
relevan serta konsekuen dengan pembahasan persoalan yang ada yang selanjutnya
akan dijadikan sebuah kesimpulan sementara dengan berpijak pada kerangka
berfikir yang terlah ada. Dalam penelitian ini yaitu: Deduktif yaitu
proses berfikir yang berangkat dari pengetahuan atau fakta-fakta yang bersifat
khusus seputar aturan sistem manajemen pendidikan tinggi Islam. Kemudian
metode ini digunakan untuk mengetahui secara lengkap (detail) pada pokok
permasalahan yang di dapat dari sumber data lain seperti pisau analisis dari
penelitian proposal disertasi ini yaitu berdasarkan kajian Pendidikan Islam.[53]
Induktif
yaitu metode ini dimaksudkan untuk memperoleh pengertian-pengertian yang utuh tentang
pemahaman tema yang akan diteliti yakni dengan mengangkat data-data dan
fakta-fakta khusus dan peristiwa-peristiwa hukum yang bersifat konkrit konsep Manajemen Pendidikan Tinggi
Islam di Indonesia, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan
yang bersifat umum sebagai solusi dan pemahaman umum terhadap jawaban dari
pertanyaan seputar permasalahan konsep Manajemen
Pendidikan Tinggi Islam yang diangkat dalam penelitian ini.[54]
G.
Sistematikan Penulisan
Setelah melewati pengumpulan data, melakukan seleksi dan klarifikasi serta
analisis terhadap isi pembahasan ini, selanjutnya penyusun akan menguraikan
setiap pembahasan ini, dan dalam setiap pembahasan akan dibentuk dalam laporan
yang sistematis, yaitu yang terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu:
Bab I, Pendahuluan.
Berisi tentang pertanggungjawaban metodologi penyusun proposal disertasi yang
meliputi sub-sub bab, antara lain: latar belakang masalah, identifikasi,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi dan manfaat
penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, metode penelitian, dan
sistematika penulisa.
Bab II, Diskursus Manajemen
Sumber Daya Manusia. Berisi tentang; Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia,
Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif Islam, Manajemen Sumber Daya
Manusia Dalam Perspektif Good University Gonernance.
Bab III, Objek
Penelitian. Berisi tentang Profil KopertaisWilayah 1 DKI Jakarta dan Profil
Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Kopertais Wilayah I DKI Jakarta.
Bab IV, Pembahasan Penelitian.
Berisi tentang penjabaran perumusan masalah penelitian yaitu: 1). Bagaimana
manajemen sumber daya manusia dalam
konsep Good University Governance.? 2). Bagaimana implementasi manajemen sumber daya manusia
dalam konsep Good University
Governance pada
perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) Kopertais WilayahI DKI Jakarta.?
3). Bagaimanakah penerimaan segenap
sumber daya manusia atas implementasi manajemen sumber daya manusia dalam konsep Good University Governance.? 4). Bagaimanakah hasil yang dicapai dengan
diimplementasikannya manajemen
sumber daya manusia dalam konsep Good
University Governance?
Bab V, Kesimpulan.
Berisi tentang intisari penelitian, saran dan rekomendasi bagi
pengembangan penelitian.
RENCANA DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Identifikasi,
Perumusan dan Pembatasan Masalah
C. Tujuan
Penelitian
D. Signifikansi
dan Manfaat Penelitian
E.
Penelitian Terdahulu Yang Relevan
F.
Metodologi Penelitian
G. Sistematika
Penulisan
BAB
II MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DAN SUMBER
DAYA MANUSIA DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI ISLAM
A.
Teori-Teori Manajemen Kepemimpinan
B.
Manajemen Kepemimpinan Dalam Perspektif Islam
C.
Teori-teori Manajemen Sumber Daya Manusia
D.
Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Perspektif
Islam
E.
Kebijakan Peningkatan Mutu Kepemimpinan dan Sumber
Daya Manusia
F.
Implementasi Kebijakan Mutu Kepemimpinan dan Sumber
Daya Manusia Di Lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
BAB
III PROFIL PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN
ISLAM KOPERTAIS WILAYAH I DKI JAKARTA
A.
Profil KopertaisWilayah 1 DKI Jakarta
B.
Profil Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Kopertais1
DKI Jakarta
BAB
IV MANAJEMEN KEPEMIMPINAN DAN SUMBER
DAYA MANUSIA DI LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI KEAGAMAAN ISLAM KOPERTAIS 1 DKI
JAKARTA
A. Analisis
Manajemen Kepemimpinan Perguruan Tinggi Kegamaan Islam
B. Analisis
Manajemen Sumber Daya Manusia Perguruan Tinggi Kegamaan Islam.
C. Analisis
Keterlibatan Sumber Daya Manusia Dalam Kegiatan dan Pengembangan Perguruan
Tinggi
D. Analisis
Penguatan Motivasi Keterlibatan Sumber Daya Manusia Dalam Kegiatan dan
Pengembangan Perguruan Tinggi
BAB V ANALISIS
KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU KEPEMIMPINAN DAN SUMBER DAYA PERGURUAN TINGGI
KEGAMAAN ISLAM.
A. Analisis Kebijakan
Peningkatan Mutu Kepemimpinan Dan Sumber Daya Perguruan Tinggi Kegamaan Islam.
B. Keterlibatan
Stakeholder Perguruan Tinggi Dalam Perumusan Kebijakan Peningkatan Mutu
Kepemimpinan Dan Sumber Daya Perguruan Tinggi Kegamaan Islam.
C. Implementasi
Kebijakan Peningkatan Mutu Kepemimpinan Dan Sumber Daya Manusia Oleh Perguruantinggi
Kegamaan Islam
D. Peningkatan
Mutu Kepemimpinan dan Sumber Daya Manusia di Lingkungan Perguruan Tinggi Islam
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran dan
Rekomendasi
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Lutfi, Membangun Negara Sejahtera Penuh
Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu Pendekatan Pemerataan
Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), Jakarta: Intermasa: 1997.
Abbas,
Syahrizal, Manajemen Perguruan Tinggi, Jakarta: Kencana Prenada Media
Goup, 2009.
Abdul
Azis Wahab & Sudi Rahayu, “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good
University Governance Terhadap Citra Serta Implikasinya Pada Keunggulan
Bersaing Perguruan Tinggi Negeri Pasca Perubahan Status Menjadi Bhmn (Survei
Pada Tiga Perguruan Tinggi Negeri Berstatus Bhmn Di Jawa Barat)”, Jurnal
Administrasi Pendidikan, Volume XVII No. 1 Oktober 2013.
Altbach, Philip G. &
Umakoshi, Toru , Asian
Universities: Historical Perspectives and Contemporary Challenges, New York: Universtiy
Press, 2004.
Arthur,
James & Bohlin, Karen E., Citizenship and Higher Education, Canada:
RoutledgeFalmer, 2005.
Azra,
Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru,
Jakarta: Prenada Kencana, 2000.
Bass, B.M., Avolio, B.J., Jung, D.I. and Berson, Y.
(2003), “Predicting Unit Performance by Assessing Transformational and
Transactional Leadership”, Journal of Applied Psychology, Vol. 88, No.
2, 207–218.
Bastamam, Hanna Djumhara, "Dimensi Spiritual
dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V tahun 1994),
18-19.
Bogdan
R.C, & Biklen S.K, Qualitatif Research for Educational: An Introduction
to Theory and Methods, Boston :
Allyn, 1982.
Bono, J.E. and Judge, T.A. (2004), “Personality an
d Transformational and Transactional Leadership: A Meta-Analysis”, Journal
of Applied Psychology, Vol. 89, No. 5, 901–910.
Bradley AO., Dennis, Prof. University Governance-Governing What ?.
Makalah yang disampaikan pada Business Higher
Education Round Table Conference, November 2003.
Bungin,
Burhan, Penelitian Kualitatif , Jakarta : Kencana, 2010.
Creswell, John W., Research Design
Pendekatan Kualitatif, Kuantatif, dan Mixed Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
Dahlan, Alwi, Memahami Globalisasi: Tantangan
Perguruan Tinggi Abad 21, Jakarta; BP-7 Pusat, 1998.
Danim,
Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung:
Pustaka Setia, 2002.
Darajat, Zakiah, et. al. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta:
Bumi Aksara, 1992.
Effendi,
Sofian, ”Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi”.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018.
Effendi,
Sofian, Pengelolaan Perguruan Tinggi Menghadapi Tantangan Global,
Makalah Pada Seminar Nasional Majelis Rektor Indonesia Di Makassar, 31 Januari
- 2 Februari 2003
Effendi, Sofian. Membangun Good Governance : Tugas Kita Bersama. Prosiding Seminar
Nasional Meluruskan Jalan Reformasi.Universitas Gadjah Mada, 25-27 September
2003.
Fattah,
Nanang. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Hadi, Sutisno, Metodologi Penelitian II,
Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1980.
Hadi,
Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1995, Jilid II.
Huberman,
A. Michael & Miles, Matthew B., Data
Management and Analysis Methods, New
York: Jersey Pers, 1984.
International Monetary
Fund. The Role of the IMF in Governance Issues: Guidance Note. IMF Executive Board, July 25, 1997.
Kartono,
Kartini, Pengantar Metodologi Research Sosial, Bandung: Mandar Maju,
1990.
Koen, M.P., and Bitzer, E.M. (2010), “Academic Lead
ership In Higher Education: A “Participative” Perspective”, Fromone
Institution, Volume 8 Issue 1.
Leisyte, L., Enders, J. and de Boer, H. (2009), “Th
e balance between teaching and research in Dutch and English universities in
the context of university governance reforms”, Journal High Education
(2009) 58:619–635.
Lofland,
John & Lofland, Lyn H., Anliyzing Social Setting: A Guide to Qualitative
Observation and Analysis , Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1984.
Lytord,
Jean Francois, The Post Modern Condition : A Report on Knowledge, Minneapolis:
University Minnesota Press, 1999.
Margono,
Metode Penelitian Pendidikan, Jakartta:
Rineka Cipta, 2005.
Matondang, Yakub, Perguruan Tinggi Islam sebagai
Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam Syahrin Harahap
(Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, Yogyakarta: Tiara Wacana,
1998.
Moleong, Lexi J, Metodologi
Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Nasution, Lutfi I., Indonesia di Tengah Proses
Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, (Makalah: 1997.
Nasution, S., Metode
Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2003.
Nuriyah,
Manajemen Mutu Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Disertasi SPs UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 15 Februari 2018.
Osborne, David; Ted Gaebler. Reinventing Government. Reading,
Addison-Wesley, 1992.
Lihat juga Public Universities and Challenges in Years
Ahead, “BUDIMAN 59 - Suara Universiti Malaya” tahun
ke 25, ISSN 0126-7949,
Putra
Daulay, Haidar, Pendidikan Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2012.
Qutb, Muhammad, Ru'yah Islamiyah li ahwal al-Alami
al-Muashir, terj. Abu Ridho, Darul Wathon li'an-Nasyri, 1991.
Recomendations for Good
University Governance in Denmark, report by the committee “University Boards in
Denmark”, 2003.
Rienties, B., Beausaert, S., Grohnert, T.,
Niemantsverdriet, S. and Kommers, P. (2011), “Understanding academic
performance of international students: the role of ethnicity, academic and
social integration”, Higher Education: The International Journal of Higher
Education Research, published online 24 July 2011.
Saefuddin, A.M., "Nilai-nilai dan Kehidupan
Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda, Yogyakarta:
Supress, 1993.
Sanaky, Hujair
an, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Safira Insani Press, 2003.
Satori,
Djam’an & Komariah Aan, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :
Alfabeta, 2009.
Siswanto,
Ely, Good University Governance; Prinsip dan Implementasi Dalam Penggalian
Pendapatan, Malang: Gunung Samudera, 2014.
Sjahrir, “Good Governance di Indonesia Masih Utopia : Tinjauan Kritis Good Governance”. Jurnal Transparansi Edisi 14/Nov 1999.
Masyarakat Transparansi Indonesia, 1999.
Slamet,
Penilaian Good University Governance Pada
Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum (Studi Di Perguruan Tinggi Badan
Layanan Umum Di Kota Malang), paper Penelitian Kompetitif Kolektif Program
Bantuan Dana Penelitian, Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
2015.
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian
Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan ilmu sosial
lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2008.
Soekamto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. Ketiga,
Jakarta: UI Press, 1986.
Stevenson, Michael Dr.. University Governance and Autonomy Problems in Managing Access, Quality
and Accountability. Keynote
Address to ADB Conference on University Governance. Denpasar, Indonesia, April
26, 2004,
Sukardi,
Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetisi dan Praktiknya, Jakarta:
PT. Bumi Aksara, 2008.
Sulisworo D, “Model Kepemimpinan Modern di Program
Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan”. Journal of Education and Learning Vol.6 (1) Tahun 2012, 43-50.
Sumarto, Hetifah Sj.. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di
Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, 2003.
Sunyoto, Danang, Metodologi Penelitian
Ekonomi Alat Statistik & Analisis Output Komputer, Yogyakarta: Caps,
2011.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian,
Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Tanjung, Hendri & Devi, Abrista, Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing, 2013.
Tanjung, Hendri etc, Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam, Jakarta: Gramata Publishing; 2013.
Tobroni,
“Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam: Mencari Format Baru Manajemen
yang Efektif di Era Globalisasi”, Jurnal Sosio-Religia, Vol. 7 No. 3,
Mei 2008, 830-833.,
Widjajanti,
Kesi & Kusumaningtyas, Eviatiwi, Sugiyanto, Good
University Governance Untuk Meningkatkan Excellent Service Dan Kepercayaan
Mahasiswa (Studi Kasus Fakultas Ekonomi Universitas Semarang), Jurnal
Dinamika Sosial Budaya, Volume 17 Nomor 2, Juni 2015.
Woods, Ngaire. “The Chalenge
of Good Governance for the IMF and
the World Bank Themselves”. World
Development Vol. 28 No. 5. Great Britain, 2000.
Yahya,
M. Daud, Paradigma Pendidikan Tinggi Islam dan Relevansinya Dengan Pasar
Kerja di Era Global, Banten: Transpustaka, 2012.
Yusuf, Musfirotun, “Membangun Manajemen
Mutu Pendidikan Tinggi Menghadapi Tantangan Global”, Jurnal Forum Tarbiyah,
Vol. 7, No. 1, Juni 2009, 56.
[1] Azyumardi
Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milinium Baru,
(Jakarta: Prenada Kencana 2000), 31.
(Jakarta: Prenada Kencana 2000), 31.
[2] Sofian
Effendi, ”Menghadapi Liberalisasi Pendidikan Tinggi”.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018.
[3] Syahrizal Abbas, Manajemen
Perguruan Tinggi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Goup, 2009). xi-xii
[4] Tobroni,
“Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam: Mencari Format Baru Manajemen
yang Efektif di Era Globalisasi”, Jurnal Sosio-Religia, Vol. 7 No. 3,
Mei 2008, 830-833., lihat juga Sofian Effendi, ”Menghadapi Liberalisasi
Pendidikan Tinggi”.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018, 4.
http//www.google.com, diakses pada 12 Maret 2018, 4.
[5] Sjahrir, “Good
Governance di Indonesia Masih Utopia : Tinjauan Kritis Good Governance”. Jurnal
Transparansi Edisi 14/Nov 1999.
Masyarakat Transparansi Indonesia, 1999, lihat juga Stevenson, Michael Dr.. University Governance and Autonomy Problems in Managing Access, Quality
and Accountability. Keynote
Address to ADB Conference on University Governance. Denpasar, Indonesia, April
26, 2004, lihat juga Sumarto, Hetifah Sj.. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance : 20 Prakarsa Inovatif dan Partisipatif di
Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta, 2003,
lihat juga Woods, Ngaire. “The Chalenge
of Good Governance for the IMF and
the World Bank Themselves”. World
Development Vol. 28 No. 5. Great Britain, 2000.
[6] Bradley AO., Dennis, University
Governance-Governing What ?. Makalah yang disampaikan pada Business
Higher Education Round Table Conference, November 2003, lihat juga Effendi, Sofian. Membangun Good Governance :
Tugas Kita Bersama. Prosiding Seminar Nasional Meluruskan Jalan
Reformasi.Universitas Gadjah Mada, 25-27 September 2003,
lihat International Monetary Fund. The
Role of the IMF in Governance Issues: Guidance Note. IMF Executive
Board, July 25, 1997), lihat juga Osborne, David; Ted Gaebler. Reinventing Government. Reading,
Addison-Wesley, 1992. Lihat juga Public Universities and Challenges in Years
Ahead, “BUDIMAN 59 - Suara Universiti Malaya” tahun
ke 25, ISSN 0126-7949, lhat juga Recomendations for Good University Governance in Denmark,
report by the committee “University Boards in Denmark”, 2003.
[8]
Sofian Effendi, Pengelolaan Perguruan Tinggi Menghadapi Tantangan Global,
Makalah Pada Seminar Nasional Majelis Rektor Indonesia Di Makassar, 31
Januari - 2 Februari 2003, 3.
[9] Haidar Putra Daulay, Pendidikan
Islam Dalam Mencerdaskan Bangsa (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012). 68.
[11] Yakub Matondang, Perguruan
Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi. Dalam
Syahrin Harahap (Ed), Perguruan Tinggi Islam di Era Globalisasi, (Yogyakarta:
Tiara Wacana, 1998), 3.
[13] Shrode Dan Voich menyatakan
bahwa tujuan utama manajemen adalah produktivitas dan kepuasaan. Tujuan ini
tidak tunggal bahkan jamak atau rangkap, seperti peningkatan mutu pendidikan.
Kegiatan manajerial meliputi banyak aspek, namun aspek utama dan esensial yaitu
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). George R.
Terry dan Stephen G.Franklin dalam buku mereka yang ber judul “ Principles
of Management” juga me-nekankan empat macam bagian dari proses manajemen
(fungsi manajemen) yang disingkat dengan POAC: planning, organizing, actuating,
dan controlling., lihat Fattah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen
Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya, 21-25.
[14] Sulisworo D, “Model
Kepemimpinan Modern di Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan”. Journal
of Education and Learning Vol.6 (1)
Tahun 2012, 43-50.
[15] Koen, M.P., and Bitzer,
E.M. (2010), “Academic Lead ership In Higher Education: A “Participative”
Perspective”, Fromone Institution, Volume 8 Issue 1.
[16] Bono, J.E. and Judge,
T.A. (2004), “Personality an d Transformational and Transactional Leadership: A
Meta-Analysis”, Journal of Applied Psychology, Vol. 89, No. 5, 901–910.
[17] Bass, B.M., Avolio,
B.J., Jung, D.I. and Berson, Y. (2003), “Predicting Unit Performance by
Assessing Transformational and Transactional Leadership”, Journal of Applied
Psychology, Vol. 88, No. 2, 207–218.
[18] Leisyte, L., Enders, J.
and de Boer, H. (2009), “Th e balance between teaching and research in Dutch
and English universities in the context of university governance reforms”, High
Educ (2009) 58:619–635.
[19] Rienties, B., Beausaert,
S., Grohnert, T., Niemantsverdriet, S. and Kommers, P. (2011), “Understanding
academic performance of international students: the role of ethnicity, academic
and social integration”, Higher Education: The International Journal of
Higher Education Research, published online 24 July 2011.
[20] Sulisworo D, “Model
Kepemimpinan Modern di Program Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan”, Journal of Education and Learning.
Vol. 6 (1) Tahun 2012, 43-50.
[21] Muhammad Qutb, Ru'yah
Islamiyah li ahwal al-Alami al-Muashir, terj. Abu Ridho (Darul Wathon
li'an-Nasyri, 1991), 289-290
[22] Yakub Matondang, Perguruan
Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi...,
14-17.
[23] A.M. Lutfi, Membangun
Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah: Suatu
Pendekatan Pemerataan Pembangunan, Dawam Rahardjo (Ed), (Jakarta:
Intermasa: 1997), 31
[24] A.M. Lutfi, Membangun
Negara Sejahtera Penuh Ampunan Allah Model Pembangunan Qaryah Thayyibah….,.
32
[25] Yakub Matondang, Perguruan
Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi….,
19
[26] Yakub Matondang, Perguruan
Tinggi Islam sebagai Subjek dan Objek Moral Akademik di Era Globalisasi…,
4-5
[27] Lutfi I. Nasution, Indonesia
di Tengah Proses Globalisasi: Dampak, Tantangan dan Harapan, (Makalah:
1997), 11.
[28] A.M. Saefuddin, "Nilai-nilai
dan Kehidupan Spiritual di Abad 21" dalam Permasalahan Abad 21 Sebuah Agenda,
(Yogyakarta: Supress, 1993). 13.
[29] Hanna Djumhara Bastamam, "Dimensi
Spiritual dalam Psikologi Kontemporer", Ulumul Qur'an No. 4 Vo. V
tahun 1994), 18-19.
[30] Alwi Dahlan, Memahami
Globalisasi: Tantangan Perguruan Tinggi Abad 21, (Jakarta; BP-7 Pusat, 1998)
[31] Ely Siswanto, Good
University Governance; Prinsip dan Implementasi Dalam Penggalian Pendapatan,
(Malang: Gunung Samudera, 2014), 1-5.
[32] Abdul Azis Wahab & Sudi
Rahayu, “Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good
University Governance Terhadap Citra Serta Implikasinya Pada Keunggulan
Bersaing Perguruan Tinggi Negeri Pasca Perubahan Status Menjadi Bhmn (Survei
Pada Tiga Perguruan Tinggi Negeri Berstatus Bhmn Di Jawa Barat)”, Jurnal
Administrasi Pendidikan, Volume XVII No. 1 Oktober 2013.
[33] Kesi Widjajanti & Eviatiwi
Kusumaningtyas Sugiyanto, Good University Governance Untuk
Meningkatkan Excellent Service Dan Kepercayaan Mahasiswa (Studi Kasus Fakultas
Ekonomi Universitas Semarang), Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Volume 17
Nomor 2, Juni 2015.
[34] M. Daud Yahya, Paradigma
Pendidikan Tinggi Islam dan Relevansinya Dengan Pasar Kerja di Era Global,
(Banten: Transpustaka, 2012), v.
[35] Jean Francois Lytord, The
Post Modern Condition : A Report on Knowledge, (Minneapolis: University
Minnesota Press, 1999), xxv.
[36] Philip G. Altbach & Toru Umakoshi, Asian Universities: Historical
Perspectives and Contemporary Challenges (New York: Universtiy Press, 2004), vi.
[37] James Arthur & Karen E.
Bohlin, Citizenship and Higher Education, (Canada: RoutledgeFalmer,
2005), v.
[38] Lexy J. Moleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.
Rosdakarya, 1983), 3.
[39] Penelitian kualitatif yang akan
dilaksanakan ini memiliki ciri-ciri sebagaimana dikemukakan Bogdan dan Biklen
yaitu: (a) Latar alamiah sebagai sumber data, (b) peneliti adalah instrumen
kunci, (c) penelitian kualitatif lebih mementingkan proses dari pada hasil, (d)
peneliti dengan pendekatan kualitatif cenderung menganalisis data secara
induktif, (e) makna yang dimiliki pelaku
yang mendasari tindakan-tindakan mereka merupakan aspek esensial dalam
penelitian kualitatif, lihat Bogdan R.C, dan Biklen S.K, Qualitatif Research
for Educational: An Introduction to Theory and Methods, (Boston : Allyn, 1982), 82.
[40] Ciri-ciri utama penelitian
kualitatif yang dikemukakan Danim bahwa
penelitian kualitatif yaitu data yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar,
bukan angka-angka dan kalaupun ada angkanya hanya sebagai penunjang serta data
yang diperoleh meliputi transkrip interview, catatan lapangan,
foto, dokumen pribadi, dan lain-lain, lihat Danim, Menjadi Peneliti
Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia,
2002), 51.
[41] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…., 5.
[42] Penelitian
yang bertujuan untuk memperdalam, menggali, menjajaki suatu gejala. Lihat Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum,
cet. Ketiga, (Jakarta: UI Press, 1986), 9-10.
Lihat juga Sumadi Suyasubrata, Metodologi Penelitian,
(Jakarta: CV Rajawali Press, 1989), 19. Sukardi, Metodologi Penelitian
Pendidikan Kompetisi dan Praktiknya (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), 157. Lihat juga Sumadi
Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 75.
Lihat juga Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan ilmu sosial lainnya (Bandung:
Rosdakarya, 2008), 35. Lihat juga 34Lexy J. Maleong, Metodologi
Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 6. Lihat juga
John W. Creswell, Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantatif, dan
Mixed (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 4.
[43] Lexi J.
Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), 157. Lihat juga Hendri Tanjung dan Abrista Devi, Metodologi
Penelitian Ekonomi Islam (Jakarta: Gramata Publishing, 2013), 83. Lihat
juga Danang Sunyoto, Metodologi Penelitian Ekonomi Alat Statistik &
Analisis Output Komputer (Yogyakarta: Caps, 2011), 22.
[44] Menurut Bogdan dan Taylor dalam
Moleong bahwa penelitian kualitatif menghasilkan deskripsi/uraian berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari perilaku para informan yang dapat diamati
dalam suatu situasi social. Dikemukakan juga oleh Danim bahwa penelitian kualitatif yaitu data yang
terkumpul berbentuk kata-kata, gambar, bukan angka-angka dan kalaupun ada
angkanya hanya sebagai penunjang serta data yang diperoleh meliputi transkrip
interview, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan lain-lain. Lihat
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 1983), 3, lihat juga Danim, Menjadi Peneliti
Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia,
2002), 51.
[45] S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik
Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), 126.
[47] Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakartta: Rineka Cipta, 2005), 165.
[48] John Lofland dan Lyn H.
Lofland, Anliyzing Social Setting: A Guide to Qualitative Observation and
Analysis (Belmont: Wadsworth Publishing Company, 1984), 47.
[49] Sutrisno Hadi, Metodologi
Research (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), Jilid II, 193.
[50] Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian
Kualitatif ( Bandung : Alfabeta,
2009), 76.
[51]
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Research Sosial, (Bandung:
Mandar Maju, 1990), 32.
[52] Burhan Bungin, Penelitian
Kualitatif ( Jakarta : Kencana, 2010),
115.
[53] Analisis data dikatagorikan
kepada tiga tahap proses, yaitu: tahap reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Proses analisis terjadi sebelum
pengumpulan data dalam membuat rancangan penelitian, pada tahap pengumpulan
data dan pelaksanaan analisis awal, serta setelah pengumpulan data sebagai
hasil akhir, lihat A. Michael Huberman & Matthew B. Miles, Data
Management and Analysis Methods,
(New York: Jersey Pers, 1984), 429.
[54] Hendri Tanjung etc, Metodologi Penelitian
Ekonomi Islam (Jakarta: Gramata Publishing; 2013), 211-234. Lihat juga Sutisno
Hadi, Metodologi Penelitian II, (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM,
1980), 36-42.