Dalam penyelesaian pendidikan tingkat akhir, skripsi menjadi
salah satu tolak ukur keberhasilan mahasiswa menguasai materi selama di bangku kuliah.
Perguruan Tinggi bahkan memberikan mata kuliah khusus, yaitu metodologi
penelitian (metlit) agar mahasiswa benar-benar menguasai penelitian yang akan
dituangkan ke dalam karya ilmiah.
Pembantu Ketua (Puket) tiga Sekolah Tinggi Agama
Islam-Perguruan Tinggi Dakwah Islam Indonesia (STAI-PTDII), Karmuji Abu Safar,
berharap agar mahasiswa tidak membahas penelitian yang sempit. Pasalnya,
menurut dia, selama ini objek penelitian mahasiswa tidak jauh dari institusi
pesantren, sekolah, masjid, dan majelis taklim.
“Padahal wawasan S1 (sarjana satu) harus meningkat, jangan pola
pikirnya jalan di tempat. Misalnya Prodi (program studi) KPI bagaimana
berbicara politik Islam, HES (hukum ekonomi syariah) terkait hukum secara
global, dan sebagainya,” kata Karmuji di gedung STAI-PTDII, Jakarta, Selasa
(29/9).
Lebih lanjut, ia menyarankan mahasiswa bisa mengupas
fenomena dunia yang terus mengalami perubahan, baik dari aspek ekonomi, sosial,
pendidikan, politik, budaya, pertahanan, dan keamanan. “Jangan sampai
pembahasannya mandek,” ujarnya.
Mahasiswa, kata dia, harus berpikir global dan visioner. Karena,
tantangan dan rintangan yang akan dihadapi adalah skala dunia. Begitupun dengan
universalitas Islam yang dibawakan Rasulullah Saw adalah untuk menjadi rahmat
bagi semesta alam.
“Islam tidak hanya khusus untuk bangsa Arab dan penduduk
jazirah Arab saja, tapi untuk seluruh penduduk, bangsa, suku, dan golongan. Artinya
cara berpikir kita harus mencontoh pemimpin-pemimpin dunia,” tuturnya.
“Kalau mahasiswa hanya berpikirnya sempit, bagaimana mau
memecahkan problematika yang terus berkembang,” imbuhnya.